Tahun keempat merupakan tahun terakhir saya kuliah. Yep, saya menempuh waktu kuliah “cukup” dengan 4 tahun. Kata orang kuliah di teknik tuh susah, kata orang lho ya, jadi yang lulus tepat waktu aka 4 tahun (bahkan ada yang 3,5 tahun) tergolong mahasiswa yang pintar, ya minimal rajinlah, hehe.. Btw, kok kayak sombong gini ya ngomongnya? (Astaghfirullah, maafkan hambaMu ini Ya Allah, tidak bermaksud begitu ^_^’).
Ada beberapa alasan kenapa saya harus menyelesaikan kuliah 4 tahun. Bukan karena batasan waktu beasiswa bidikmisi, bukan itu. Bukan juga karena bosen ngampus. Duh kalau dibilang pengen balik lagi, pengen deh. Bahkan kalau ada beasiswa buat ngelanjutin sekolah saya pengen banget dapet itu. Tuntutan hidup dan kondisi finansial-lah yang membuat saya harus menyerah berlama-lama di kampus, menikmati masa-masa senang dan susah garap tugas sampe malem bahkan lembur di lab, kejar-kejaran sama asisten lab, bahkan “nyangkruk” sama temen-temen kuliah.
Well, kita kesampingkan dulu cerita sedih saya tadi. Sekarang saya bakal cerita tentang masa ngampus saya di tahun keempat. Sebenernya sebagian ceritanya udah saya ceritain di tulisan saya sebelumnya, Kangen Ngampus. Tapi nggak apa kali ya saya ceritain lagi, hehe.. Ada apa ya di tahun keempat saya?
Skrip-Sweet
Entah ini cuma berlaku untuk saya sendiri atau mungkin ada temen-temen yang ngerasain seperti saya. Di kuliah tingkat pertama hingga ketiga, bisa dibilang saya lumayan rajin dan berambisi untuk mengejar IPK bagus supaya bisa mengambil SKS maksimal tiap semesternya. Ingat pesan ayah saya, “Nggak masalah di awal berat, biar nanti di semester-semester akhir kamu tinggal ambil sisa mata kuliah dan bisa fokus ngerjain skripsi”. Mungkin ini semacam doktrin kepada saya sehingga saya berusaha keras untuk bisa mencapai itu. Bahkan mata kuliah yang mungkin harusnya ditempuh di semester 6 misalnya, bisa saya ambil di semester 4. Bener-bener emang Desty ini, haha..
Dampak dari saya yang “sok rajin” ini akhirnya berakibat dari masa mengerjakan skripsi. Emang bener sih, siklus hidup itu kayak gelombang sinusoidal, bisa ada di titik puncak atau di titik terbawah. Dan entah gimana ceritanya, saat mengerjakan skripsi itu di kala saya sedang berada di titik terbawah, malas. Apa cuma saya ya yang ngerasain gitu, atau barangkali temen-temen juga ngerasain hal yang sama? Tapi kayaknya iya deh, haha..
Bersama Elektro 2010 sehabis pengarahan di auditorium. Jadi kangen :') |
Saya ingat banget, baru mulai mengerjakan proposal skripsi di awal tahun keempat, sekitar bulan September-Oktober 2013. Awalnya bingung, topik apa yang ingin saya bahas di skripsi. Berbagai paper dari situs-situs yang menyediakan paper penelitian saya unduh, tapi tetep bikin saya bingung. Yang saya pikirkan waktu itu adalah gimana caranya bikin skripsi yang nggak bikin alat dan nggak ngeluarin banyak biaya. Bukan karena pelit lho ya, hehe..
Akhirnya saya mencoba untuk membahas tentang simulasi pembangkit listrik hybrid tenaga angin dan fuel cell menggunakan Neural Network. Wuih, gaya banget ya, padahal ngerti aja belum saat itu, haha.. Topik saya itu saya ambil karena kebetulan saya tertarik dengan energi terbarukan, terutama pembangkit listrik tenaga angin, sehingga dipilihlah topik tersebut. Setelah melalui sidang proposal di bulan November 2013, percaya atau tidak, proposal itu saya tinggal dan nggak saya bahas selama 6 bulan. Bukan cuma karena malas, tapi saat itu bertepatan dengan akhir jabatan kepengurusan di himpunan (Baca juga : Empat Tahun: Tahun Ketiga), sehingga waktu saya tersita dengan pembuatan laporan pertanggungjawaban himpunan selama setahun kepengurusan.
Akhirnya saya mencoba untuk membahas tentang simulasi pembangkit listrik hybrid tenaga angin dan fuel cell menggunakan Neural Network. Wuih, gaya banget ya, padahal ngerti aja belum saat itu, haha.. Topik saya itu saya ambil karena kebetulan saya tertarik dengan energi terbarukan, terutama pembangkit listrik tenaga angin, sehingga dipilihlah topik tersebut. Setelah melalui sidang proposal di bulan November 2013, percaya atau tidak, proposal itu saya tinggal dan nggak saya bahas selama 6 bulan. Bukan cuma karena malas, tapi saat itu bertepatan dengan akhir jabatan kepengurusan di himpunan (Baca juga : Empat Tahun: Tahun Ketiga), sehingga waktu saya tersita dengan pembuatan laporan pertanggungjawaban himpunan selama setahun kepengurusan.
Satu hal yang menyentil saya yang membuat saya akhirnya membuka lagi lembaran proposal skripsi setelah lama tak tersentuh, pertanyaan dari dosbing saya, “Mbak Desty, sudah sampai mana skripsinya?”. Sederhana tapi jleb banget. Apalagi saat beliau bilang, “Jadi kan Mbak wisuda tahun ini?”. Kata-kata dosbing saya itu seakan-akan sindiran agar saya segera menyelesaikan skripsi saya, haha..
Jadi jelas ya, mau sebanyak apapun ngambil SKS, serajin apapun ngerjain tugas, sebagus apapun nilai, kalau udah males ngerjain skripsi ya males aja, haha.. Sekali lagi tulisan ini bukan untuk menghasut pada keburukan, tapi pada kenyataannya ini yang terjadi pada saya, haha..
Oya, sebenernya ada cerita dibalik perjuangan saya bisa menyelesaikan skripsi. Tawa, tangis, sedih mengiringi perjalanan skripsi saya hingga akhirnya bisa wisuda. Tapi kalau diceritain disini kayaknya kurang seru. Jadi tunggu cerita saya berikutnya ^_^/.
0 comments:
Posting Komentar