Halo temen pembaca! Tidak terasa hari ini sudah memasuki hari ke-28 Ramadhan ya. Sedih rasanya karena Ramadhan akan pergi meninggalkan kita. Apalagi di bulan Ramadhan saat masa pandemi Covid-19 ini dimana kita rindu menghabiskan momen Ramadhan bersama kerabat dan keluarga. Namun apa mau dikata jika para pendatang yang menggantungkan rezekinya di Negeri orang, para garda terdepan yang mencurahkan segala tenaga dan pikirannya serta bertaruh nyawa demi menyembuhkan para pasien Corona, mahasiswa perantauan yang tetap berada di tempatnya menimba ilmu, harus menahan diri untuk tidak bertemu anggota keluarga demi saling menjaga agar semuanya selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
Ya Allaah, mudah-mudahan Corona segera berlalu ya, dan kami bisa kembali berkumpul dengan keluarga. Ketawa dan bercanda lagi dengan saudara-saudara. Aamiin..
Berbicara tentang momen-momen yang berkesan saat bulan Ramadhan. Tentu saja tidak lepas dari kegiatan sahur, tadarus Al-Quran, ngabuburit, buka puasa, tarawih, dan pesantren kilat di masjid atau sekolah. Setiap orang pastinya memiliki momen berkesan tersendiri, yang memorable, yang ngena di hati. Tapi bisa jadi momen berkesan yang kualami, belum tentu menjadi kesan untuk temen pembaca, atau konyol atau kayak yang "apaan sih?". Bisa jadi gitu kan ya, hehe.
Ramadhan tahun 2010. Untuk pertama kalinya dalam hidup berjauhan dengan keluarga, karena harus menimba ilmu di Negeri orang. Papa Mama di Bandung, dan aku di Jember. Meski di Jember pun aku tinggal dengan Om dan Tante, namun ada rasa dan suasana yang berbeda dengan keluarga sendiri.
Saat itu aku masih berusia 18 tahun. Remaja tanggung. Awalnya nggak pernah membayangkan akan kuliah di tempat yang jauh. Belum terbiasa. Belum bisa beradaptasi. Apalagi sejak pengumuman diterima kuliah hingga masa pengenalan kampus, aku belum sekalipun pulang ke rumah. Menghabiskan awal Ramadhan di perantauan seringkali membuatku menangis, terutama saat malam sehabis tarawih. Atmosfer yang berbeda, dimana biasanya apa-apa ada Papa dan Mama sekarang semuanya harus bisa diatasi sendiri. Harus bisa mandiri.
Karena saat Ramadhan waktu itu belum memasuki masa perkuliahan, jadi aku belum banyak mengenal teman-teman disana. Aku termasuk salah satu mahasiswa minoritas. Mayoritas mahasiswa disana berasal dari wilayah Jawa Timur. Jember, Banyuwangi, Lumajang, Bondowoso, Pasuruan, Probolinggo, bahkan Madura. Yang berasal dari Jawa Barat tidak banyak. Meski akhirnya aku tahu saat mulai masuk kuliah kalau ada teman-teman yang berasal dari Jawa Barat. Cirebon, Tasik, dan Sukabumi. Meskipun begitu semua teman-temanku disana baik. Baik buaanget malah. Walaupun awalnya sempat roaming karena perbedaan bahasa, hehe.
Temen pembaca juga gitu ngga sih waktu pertama kali ngerantau dan jauh dari orang tua?
Ramadhan tahun 2013. Kuliah tingkat 3. Aku menghabiskan hampir sebagian waktu Ramadhan di posko KKN di Desa Patemon, Tanggul, Jember. Bersama 8 orang temanku dari berbagai fakultas. Sari anak Kedokteran, Nanda Kedokteran Gigi, Sari Ekonomi, Reny dan Mas Heri Sosiologi, David Farmasi, Fendy Sistem Informasi dan Mas Iwan Sastra Inggris.
Selama di posko, kami piket bergantian untuk membuat makanan sahur dan buka puasa, juga mencuci piring dan gelas. Selalu sahur dan buka bersama-sama. Ada Reny dan Sari yang pintar memasak dan selalu menyajikan menu masakan yang enak dan bervariasi. Tapi kalau giliranku yang memasak, hanya sayur sop dan perkedel yang jadi andalanku. Hari ini perkedel tahu, besok perkedel kentang. Yang penting perkedel. Spesialis perkedel kata teman-temanku. Untungnya enak hehe.
Minggu-minggu pertama Ramadhan kami rajin tarawih di Surau. Mushola namun ruangnya lebih kecil lagi. Yang membuatku kaget pertama kali tarawih disana adalah kecepatan membaca surat dan melakukan gerakan sholat oleh Imam melebihi kecepatan mobil F1. Lebay ding hehe. Tapi serius cepat. Setiap sehabis tarawih badan terasa sakit dan berkeringat seperti habis berolahraga. Tak lama setelah itu kami menyerah dan memilih untuk tarawih di posko.
Temen pembaca ada yang pernah tarawih di tempat seperti itu? Kalau ada, boleh share dong gimana caranya bisa menyesuaikan kecepatan baca dan sholat imamnya?
Ramadhan tahun 2016. Kembali merantau karena tuntutan pekerjaan di Tangerang. Saat itu sedang ramai Jakarta Fair di Ji Expo Kemayoran. Aku dan teman kantorku janjian untuk kesana. Bukan untuk belanja. Lebih kepada penasaran seramai dan sebesar apa sih Jakarta Fair yang selalu kulihat iklannya di TV. Dan saat itu gajiku belum sebagai pegawai tetap, jadi merasa sadar diri aja hehe.
Kami kesana menggunakan KRL. Naik dari Stasiun dekat kantorku, Tanah Tinggi. Melaju menuju Stasiun Duri, kemudian berganti kereta Bogor-Jatinegara di jalur 1 dan turun di Stasiun Rajawali. Kata temenku, katanya, lebih dekat ke tujuan jika turun di Stasiun Rajawali daripada di Stasiun Kemayoran. Liat di Maps (hanya) sekitar 1,7 km. Tidak terlalu jauh (menurut kami). Kami memutuskan berjalan kaki. Tapi kenyataannya jauh juga haha. Apalagi saat itu perut kami kosong karena berpuasa. Namun karena sudah nanggung setengah jalan, kami melanjutkan perjalanan dengan (tetap) berjalan kaki.
Ji Expo ramai dengan pengunjung. Mungkin karena sudah dekat dengan lebaran juga, jadi wajar jika banyak pengunjung yang datang dan membeli untuk persiapan lebaran. Tapi aku tetap teguh pada pendirian, nggak belanja. Karena tidak cukup uangnya haha. Jadi hanya melihat-lihat, kemudian kelelahan. Ji Expo ternyata sebesar dan seluas itu. Mungkin yang udah pernah ke Jakarta Fair tahu ya.
Sehabis berbuka puasa di restoran fast food (masih) di Kawasan Ji Expo dan menunaikan sholat maghrib, temanku mengajakku berkunjung ke rumah saudaranya. Kami dijemput dengan mobil menuju rumahnya. Asyik mengobrol hingga malam, memaksa kami menginap semalam.
Keesokan harinya setelah diajak berkeliling Jakarta, aku pamit undur diri karena sudah ada janji dengan temanku yang lain. Kami sepakat bertemu di depan Stasiun Jakarta Kota untuk ngabuburit di Kota Tua. Tak lama kami bertemu, kemudian tujuan kami berubah setelah melihat Bus Wisata yang menghampiri kami.
Masjid Istiqlal menjadi tujuan kami selanjutnya. Melewati beberapa halte pemberhentian. Asyik juga ternyata naik Bus Wisata. Busnya 2 tingkat. Bangkunya persis seperti bus Transjakarta. Harga tiketnya, gratis. Ohh itu ternyata yang dinanti ya hehe. Ngga ding.
Kami turun di halte dekat pintu samping Masjid Istiqlal. Karena tibanya mendekati waktu berbuka, kami memutuskan untuk ikut berbuka disana. Setelah sholat Ashar, kami duduk memanjang berhadapan di halaman terbuka. Jamaah laki-laki dan perempuan duduknya terpisah. Di sampingku ada seorang ibu dengan kedua anaknya. Baik yang muda maupun yang sudah berusia lanjut ikut juga. Ahh, jadi seperti ini suasana berbuka puasa di Istiqlal. Ini pertama kalinya. Takjil dan nasi kotak menjadi sajian berbuka kami. Alhamdulillaah.
Temen pembaca ada yang pernah berbuka puasa di Istiqlal juga?
Ramadhan tahun 2019. Mungkin ini adalah momen terkonyol buatku. Ceritanya mau membeli obat di apotek. Kebetulan di apotek dekat kantorku habis. Sehingga aku mencari apotek itu di cabang lain. Apotek Berkat. Kenapa harus di apotek itu? Kebetulan yang dekat kantorku harganya lebih murah dibandingkan apotek lain. Jadi pikirku bisa jadi di cabang lain juga murah.
Sehabis sholat Ashar, aku berencana ke apotek sekalian mampir ke Summarecon Mall Serpong (SMS) untuk membeli skincare yang habis. Kebetulan produk yang kupakai hanya di outlet mall itu yang terdekat dari kos.
Berangkat dengan ojek online menuju daerah Pasar Baru Tangerang. Oh tapi tidak sama ya dengan Pasar Baru di Bandung. Disana banyaknya pabrik-pabrik bukan baju-baju hehe. Sepanjang jalan alhamdulillaah lancar, bisa sampai SMS sebelum Maghrib pikirku. Ternyata di luar dugaan, sesampainya di Apotek jalanan muaceeet luar biasa. Di kedua lajur kendaraan padat merayap. Klakson semua kendaraan saling berseru dan tidak ada yang mau mengalah. Tidak ada aparat polantas yang berjaga disana. Ampuun.
Melihat kondisi seperti itu aku berinisiatif untuk menggunakan ojek yang sama menuju SMS. Namun entah gimana aplikasinya error sehingga tidak bisa terhubung dengan drivernya. Melihat jalanan yang masih padat, dengan baik hatinya sang driver mengatakan bahwa beliau akan mengantarku ke tujuan berikutnya tanpa aplikasi. Biar nanti ongkosnya bisa diatur. Masya Allah. Allah Maha Baik. Bapaknya pun baik. Aku langsung bergegas ke apotek.
Ternyata harapan tak sesuai realita. Obat yang kucari tidak ada. Sudah jauh perjalanannya tapi hasilnya nihil. Tak lama kami berangkat menuju tujuan berikutnya. Karena sama-sama tidak ada yang hapal jalan dari Pasar Baru menuju SMS, kami hanya bergantung pada Google Maps.
Tiba-tiba ini jadi seperti ngebolang dadakan. Aku sama sekali tidak tahu rute yang kami lewati. Melewati jalan kampung, jalan sempit di bawah jalan tol, hingga ke kompleks perumahan Islamic Center di Karawaci. Kita nggak bisa saling salah-salahan. Mau nyalahin Google Maps juga gimana kan.
Adzan Maghrib berkumandang saat kami keluar dari komplek perumahan itu. Nggak terasa sudah sejam perjalanan kami. Mampir sebentar ke kios membeli air mineral untuk sekedar membasahi kerongkongan kami. Kemudian perjalanan lanjut kembali.
Alhamdulillaah, tiba di SMS sekitar jam 6 lewat. Kuucapkan banyak terima kasih dan maaf ke bapaknya. Sambil kuberikan ongkos dan tip, kemudian beliau pamit meninggalkanku. Perjalanan yang luar biasa melelahkan namun seru juga. Dan sedikit menyesal sih, dipikir-pikir kenapa juga harus berangkat menjelang buka yang jelas-jelas jalanan padat. Tapi ya sudahlah, pengalaman hehe.
Gimana, temen pembaca ada yang pernah ngalamin hal serupa? Seperti apa momen di bulan Ramadhan yang berkesan bagi temen pembaca? Yuk cerita disini :)
wah sekarang mah hrs di rumah saja
BalasHapusIya bener banget, sekarang hampir semua kegiatan harus dilakukan di rumah. Mudah"an Corona ini segera berlalu ya, biar semua aktivitas kembali seperti sediakala, aamiin..
HapusTerima kasih sudah berkunjung :)
Sedih, belum bisa mudik dan lebaran bareng keluarga
BalasHapusSabar dan tetep semangat ya, kita doa bareng" semoga Corona bisa segera berlalu, dan semoga selalu sehat" yaa supaya bs kumpul dengan keluarga lagi, aamiin..
Hapussemangat
BalasHapusbentar lagi lebaran
jadi pengen puasaan terus
hehe
Iya ya, ngga berasa banget lho ramadhan sudah hampir sebulan, beberapa hari lagi sudah lebaran. Dampak corona ini jadi merasa nuansa ramadhan yang sudah pernah dilalui bertahun-tahun jadi terasa beda sekali sekarang. Semoga Corona lekas berlalu ya, aamiin..
HapusAssalamualaikum...salam kenal mbak.
BalasHapuswah kalau merantau, jadi inget pindah-pindah kost, dari kost pertama di daerah jalan jawa (belakang IKIP PGRI) pindah ke mastrip biar dekat kampus, hingga balik lagi ke jalan jawa di masa akhir-akhir kuliah. Kalau KKN saya di Lengkong, Mumbulsari.
Kalau lebaran, mudik bareng bersama mahasiswa yang sedaerah, naik kereta api bareng.
Yo sing sabar wae mbak, dengan kondisi begini
Tapi keep posting yah. monggo kunjung balik blog saya :)
Waalaikumsalam, salam kenal juga dok :)
HapusWaah, jadi dulu kuliahnya di UNEJ juga kah dok? satu almamater berarti hehe. Saya juga setiap liburan semester pulang bareng dengan teman" yang searah ke daerah Jawa Barat, kebetulan di jaman sy kuliah libur semester dimulai sebelum ramadhan, dan saya jarang ngambil SP karena alasannya pengen pulang hehe.
Betul Dok, mudah"an pandemi ini segera mereda ya, supaya aktivitas bisa berjalan normal lagi.
Terima kasih sudah berkunjung dok..
Betul...kita satu almamater.
HapusSekarang kerja dimana Mbak Destia?
hehe, jarang" saya bertemu teman 1 almamater sesama blogger.
Hapussaya masih kerja di Tangerang sekarang Dok :)